Sabtu, 03 Oktober 2015

Sistem Pembiayaan di Perbankan Syariah

(Catatan: Postingan ini merupakan kelanjutan dari Akad dalam Penghimpunan Dana dan Jasa di Bank Syariah


Kang Anwar:
Nah, sudah semua saya jelaskan, Mad. Sudah jelas kan?

Ahmad:
Alhamdulillah, sudah sangat jelas, Kang.

Kang Anwar:
Ngomong-ngomong, kamu tahu juga tentang Pembiayaan syariahnya?


Ahmad:
Belum, Kang. Hehehe

Kang Anwar:
Tadi kan saya sudah jelaskan tentang Akad dalam Penghimpunan Dana dan Jasa, sekarang saya akan jelaskan tentang Pembiayaan Syariahnya, tapi gak semua ya. Yang umum-umum saja.

Ahmad:
Wah, boleh banget tuh, Kang. Biar saya paham lebih detil. Jadi gimana kang?


Kang Anwar:
Tadi Ahmad baru mempelajari akad Dana atau Produk Penghimpunan Dana dan Jasa Bank Syariah. Dimana sumber dana yang terkumpul tersebut dihimpun untuk disalurkan (Pooling Funds) ke dalam bentuk pembiayaan. Apa saja pembiayaannya?

Jadi pembiayaan di Bank Syariah berupa:
-  Jual Beli,
-  Sewa
-  Penyertaan (Sharing)








Ahmad:
Kenapa sih kok banyak orang menggunakan Produk Pembiayaan Syariah?


Kang Anwar:
Tentu saja, selain berbasis syariah masih banyak loh keunikan dari sistem pembiayaannya.


Ahmad:
Apa saja tuh Kang?




Ahmad:
Pantas banyak orang memilih Pembiayaan Bank Syariah. Karena di bank syariah akadnya beragam dan mencerminkan kesetaraan, keadilan, dan keterbukaan.


Produk Pembiayaan Bank Syariah


Kang Anwar:
Langsung saja saya jelasin ya, Pembiayaan Syariah itu ada 3, yaitu Jual Beli, Sewa dan Bagi hasil.

Dalam jual beli ada 3 akad, dalam sewa ada 3 akad dan dalam bagi hasil ada 2 akad.





Ahmad:
Em.., ternyata pembiayaan jual beli ini ada tiga akad.  Murabahah, Salam, dan Istisna. Apa yah yang dimaksud dengan masing-masing akad ini?


Kang Anwar:
Jadi begini, Akad Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan nilai harga pokok dan keuntungan yang didapat dari barang yang dijual tersebut. Harga jual tersebut harus disepakati penjual dan pembeli.





 Ahmad:
Seperti yang pernah ditegaskan pada Akad dalam Penghimpunan Dana dan Jasa setiap akad kan ada rukun dan syaratnya. Kalau rukun dan syarat akad murabahah ini apa saja?


Kang Anwar:
Tepat sekali, setiap akad pasti ada rukun dan syaratnya. Nah untuk rukun dan syarat akad murabahah ini sebagai berikut:

Rukun dan Syarat murabahah
Rukun
Syarat
1.    Penjual (Bai)

1.    Pihak yang berakad (Bai’ & Musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
2.    Pembeli (Musytari)

2.    Pihak yang berakad (Bai’ & Musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
3.    Barang yang diperjual-belikan (Mabi’)

3.    Barang yang diperjual-belikan (Mabi’) tidak termasuk barang haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.
4.    Harga Barang (Tsaman)

4.    Harga barang (Tsaman) harus dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen keuntungan) dan cara pembayarannya disebutkan dengan jelas.
5.    Pernyataan Serah Terima (Ijab-qabul )

5.    Pernyatan serah-terima (Ijab-Qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.



Kang Anwar:
Langsung kita ambil contoh, misalkan Ahmad mau beli mobil nih. Berikut ini skemanya.




Ahmad:
Apakah pembiayaan dengan akad Murabahah ini diterapkan untuk memenuhi semua kebutuhan nasabah atau hanya kebutuhan nasabah dengan produk-produk tertentu?


Kang Anwar:
Pembiayaan dengan akad Murabahah ini dikhususkan untuk pengadaan barang yang sifatnya ready stock. Nah, jadi tidak semua kebutuhan nasabah bisa dibiayai dengan akad murabahah.






Kang Anwar:
Ahmad, setelah diskusi kita tadi, menurut pandangan kamu hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam pengadaan/pembelian barang dalam pembiayaan Murabahah?

Ahmad:
Karena bank yang bertindak sebagai penjual, maka bank harus melakukan pengadaan/pembelian barang yang dipesan oleh nasabah sebelum bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan akad Murabahah.
Pada kondisi tertentu dimana bank tidak mungkin untuk mengadakan/membeli barang, maka bank dapat memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang yang diinginkan dengan akad Wakalah.
Saat pembelian itu, nasabah bertindak atas nama bank sehingga status barang yang dibeli adalah milik bank, dan nasabah wajib menunjukan dan menyerahkan bukti pembelian barang kepada bank sebagai pemilik barang dan pemberi kuasa.

Kang Anwar:
Betul sekali Ahmad, memang bukti transaksi jual beli barang yang menjadi objek murabahah harus ada dan harus dipastikan sesuai dengan barang yang dipesan oleh nasabah, sehingga tidak terjadi pelanggaran akad mengingat objek merupakan rukun akad.

Ahmad:
Iya Kang. Karena kalau rukun akad tidak terpenuhi, akadnya menjadi cacat.

Ahmad:
Kang, kalau nasabah telah memiliki suatu aset, kemudian ia membutuhkan dana untuk operasional usahanya, apakah ia bisa mengajukan pembiayaan Murabahah kepada bank dengan objek pembiayaan berupa aset yang telah dimilikinya tersebut?

Kang Anwar:
Dalam memberikan pembiayaan Murabahah pastikan bahwa objek Murabahah belum dimiliki oleh nasabah, karena pembiayaan Murabahah adalah transaksi jual beli. Jika objek Murabahah telah dimiliki oleh nasabah, maka apa yang akan diperjual belikan?

Ahmad:
Hehehe.. Iya ya Kang.



Kang Anwar:
Baik, mari kita ambil contoh Perhitungan Pembiayaan Murabahah.

Diketahui data sebagai berikut:
Harga kendaraan                                    :       Rp. 1 Milyar
Uang muka                                             :       Rp. 400 Juta
Margin                                                     :       Setara dengan 12% / tahun x pembiayaan    bank (harga kendaraan - uang muka)*
Jangka waktu                                         :       10 Bulan
Keterangan:
*Penggunaan persentase hanya untuk alat bantu hitung internal bank, ketika dikomunikasikan ke nasabah harus menggunakan nominal (Rp).


Berdasarkan data di atas, maka  diketahui margin    = (1000 - 400) X 12% per tahun
                                                                                                = 72 per tahun
Untuk mendapatkan margin per sepuluh bulan, maka          = 10 / 12 X 72
                                                                                                = 60

Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Harga beli                                                :       Rp. 1000  Juta
Margin                                                     :       Rp .    60  Juta +
Harga jual                                                :       Rp. 1060  Juta
Uang Muka                                             :       Rp    400  Juta -
Harga jual setelah uang muka                :       Rp    660  Juta
Jangka waktu                                    :     10 Bulan
Angsuran/bulan                                       :       Rp      66  Juta

Jadwal angsuran bulanan nasabah
No.
Bulan
Jumlah Pembayaran
1.
Januari
Rp. 66.000.000,-
2.
Februari
Rp. 66.000.000,-
3.
Maret
Rp. 66.000.000,-
4.
April
Rp. 66.000.000,-
5.
Mei
Rp. 66.000.000,-
6.
Juni
Rp. 66.000.000,-
7.
Juli
Rp. 66.000.000,-
8.
Agustus
Rp. 66.000.000,-
9.
September
Rp. 66.000.000,-
10.
Oktober
Rp. 66.000.000,-

TOTAL
Rp. 660. 000.000.-



Kang Anwar:
Nah, Ahmad, ini simulasi jadwal perhitungan angsuran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan membayar si nasabah.

Ahmad:
Hmmm…Ok!

Ahmad:
Kang, kenapa di simulasi ini tidak disebutkan saja marginnya berapa persen?

Kang Anwar:
Dalam Murabahah tidak boleh menggunakan persentase karena Murabahah merupakan transaksi jual beli. Keuntungan jual beli adalah berupa nominal tertentu yang diperoleh dari penjualan objek murabahah sebagaimana jual beli pada umumnya. Selain itu dengan menggunakan nominal maka keuntungan yang diperoleh akan bersifat tetap, tidak terpengaruh dengan pelunasan pembiayaan yang tidak sesuai jadwal dan pergerakan suku bunga.

Ahmad:
Oh iya, bener juga.

Kang Anwar:
Ahmad, kamu lihat apa perbedaan simulasi jadwal angsuran dari Bank Syariah yang diberikan saya dan jadwal angsuran dari bank konvensional?

Ahmad:
Sebentar. Memang ada ya? Hemmm… Ooooo… Saya tahu. Pada simulasi yang diberikan Kang Anwar, Ahmad tidak melihat adanya pemisahan kolom pokok dan margin yang ada hanya total pembayaran angsuran.

Saya tahu jawabannya! Hal itu karena dalam akad Murabahah, kewajiban nasabah adalah sebesar harga jual tidak perlu dipisahkan kewajiban pokok dan kewajiban margin di setiap angsurannya.


Ahmad:
Kang, Kalau saya ingin mengajukan pembiayaan untuk beberapa tahun, misal 5 tahun, apakah diperbolehkan jika angsuran saya di tahun pertama kecil dan terus meningkat lebih besar setiap tahunnya sampai tahun ke-5 dengan pertimbangan kemampuan  membayar saya semakin bertambah besar setiap tahunnya.

Kang Anwar:
Bisa saja, untuk kondisi tersebut kami dapat menggunakan margin bertingkat.

Ahmad:
Maksudnya margin bertingkat itu apa?

Kang Anwar:
Untuk memudahkan pemahaman, saya berikan contoh sebagai berikut:

Kang Anwar:
Jangka waktu pembiayaan nasabah adalah 5 tahun dengan margin setara  10% setiap tahunnya. Artinya total margin selama 5 tahun adalah 50%.

Dengan mempertimbangkan kemampuan membayar nasabah yang terus meningkat setiap tahunnya dan ekspektasi keuntungan sebesar 50% untuk 5 tahun, maka kita membuat margin bertingkat menjadi:

1. Tahun I:       7%.
2. Tahun II:      9%
3. Tahun III:     10%
4. Tahun IV:    11%
5. Tahun V:     12%
Total Margin setelah 5 tahun adalah 50%.

Ahmad:
Oh, berarti margin bertingkat itu diperbolehkan selama harga jual tetap dan tidak berubah.

Kang Anwar:
BETULLLLLLL!!!








 Produk Pembiayaan Berbasis Jual Beli - Salam


Kang Anwar:
Ahmad, dalam jual beli tidak semua barang sudah dalam keadaan tersedia (ready stock) bisa jadi barang yang akan diperjualbelikan harus dipesan terlebih dahulu. Nah,  jual beli dengan cara pesanan ini dikenal juga dengan “Salam”.

Ahmad:
Oh, begitu. Kalau cara pembayarannya bagaimana, Kang?

Kang Anwar:
Untuk jual beli dengan akad Salam pembayaran dilakukan di muka dan penyerahan barang dilakukan kemudian, setelah barang yang dipesan selesai dan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Pada saat pemesanan harus jelas spesifikasi barang yang dipesan baik kualitas maupun kuantitas agar tidak ada pihak yang dirugikan.



Kang Anwar:
Dulu pada jaman Rasulullah, Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasullah SAW. datang ke Madinah dimana penduduknya melakukan salaf (Salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu tertentu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata, “barangsiapa yang melakukan salaf (Salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari).


Ahmad:
Kalau rukun dan syaratnya gimana?

Kang Anwar:
Pelaksanaan Bai` As-Salam harus memenuhi sejumlah rukun dan syarat berikut ini.
RUKUN
SYARAT
  1. Pembeli (Muslam)
  2. Penjual (Muslam Ilaih)
  3. Barang (Muslam Fiih)
  4. Harga (Tsaman)
  5. Sighot (Ijab-Qabul)
  1. Pembeli (Muslam) cakap hukum.
  2. Penjual (Muslam Ilaih) harus memiliki kapasitas dan kemampuan memproduksi barang yang diperjual-belikan.
  3. Barang (Muslam Fiih) harus jelas jenis, ukuran, mutu, jumlah serta waktu dan cara penyerahannya.
  4. Harga barang (Tsaman) harus pasti dan dibayarkan segera (di muka).
  5. Pernyatan serah-terima (Ijab-Qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik hak dan kewajiban masing-masing pihak.



Kang Anwar:
Mad, karena akad salam masih termasuk ke dalam transaksi jual beli, kamu harus ingat aspek-aspek khusus dalam transaksi jual beli.

Ahmad:
Apa saja aspek khususnya kang?

Kang Anwar:
1.   Pembelian barang harus dilakukan oleh bank sendiri.
2.   Dalam kondisi tertentu dapat diwakilkan kepada Nasabah untuk membeli dengan menggunakan akad Wakalah.
3.   Harus dipastikan bahwa terdapat bukti transaksi jual beli atas obyek murabahah sesuai dengan tujuan penggunaan.
4.   Harus dipastikan bahwa obyek murabahah belum dimiliki oleh nasabah karena tidak diperkenankan untuk refinancing.




Produk Pembiayaan Berbasis Transaksi Bagi Hasil – Mudharabah


Kang Anwar:
Nah, kita kan sudah membahas Pembiayaan Syariah berbasis Jual Beli, sekarang kita bahas Pembiayaan Syariah Berbasis Bagi Hasil.

Ahmad:
Bagi Hasil? Apa saja, Kang?

Kang Anwar:
Pembiayaan Syariah Berbasis Bagi Hasil ada 2, yang pertama adalah Pembiayaan Mudharabah dan yang kedua adalah Pembiayaan Musyarakah.






Ahmad:
Oh, saya  teringat dengan materi Akad Dalam Penghimpunan Dana.

Ahmad:
Jadi kalau terdapat hasil usaha akan dibagi sesuai rasio bagi hasil yang disepakati dalam akad.
Jika hasil usahanya naik, maka bagi hasilnya juga naik dan jika hasil usahanya turun maka bagi hasilnya juga turun.
Apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung pemilik modal, selama bukan diakibatkan  kelalaian pengelola usaha.
Namun apabila kerugian akibat kelalaian pengelola usaha maka kerugian akan menjadi tanggung jawab pengelola usaha itu sendiri.

Kang Anwar:
Oh, bagus kamu ternyata masih ingat. Terus kamu masih ingat juga gak kalau Mudharabah dibagi menjadi berapa?

Ahmad:
Masih, Kang. Akad Mudharabah ini dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah Mudharabah Mutlaqah yaitu akad dimana pemilik dana memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola dalam menentukan jenis maupun pengelolaan usaha yang dinilai baik dan menguntungkan, sepanjang tidak bertentangan  dengan ketentuan syariah (investasi tidak terikat).



Ahmad:
Dan yang kedua adalah Akad Mudharabah Muqayyadah, yaitu akad  dimana Pemilik dana memberikan batasan tertentu kepada pengelola usaha dengan menetapkan jenis usaha yang dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi usaha dan sebagainya. (investasi terikat).



Kang Anwar:
Nah, berikut ini rukun dan syaratnya.

RUKUN
SYARAT
  1. Ijab dan Qabul
  2. Pemodal dan Pelaku Usaha
  3. Modal
  4. Usaha
  5. Keuntungan
  1. Pemodal dan Pelaku Usaha harus merdeka, Baligh, Berakal sehat, dan Rasyid (mampu membelanjakan hartanya dengan baik dalam hal-hal yang berguna)
  2. Modal diketahui jumlahnya dan diserahkan kepada pelaku usaha.
    Usaha jelas dan tidak bertentangan dengan syariat.
3.    Harga barang (Tsaman) harus dinyatakan secara jelas dan pembayarannya dilakukan sesuai dengan kesepakatan.
Kedua belah pihak harus mengetahui dan menyepakati nisbah /presentase keuntungan.




Produk Pembiayaan Berbasis Transaksi Sewa Menyewa – Ijarah





Kang Anwar:
Kita langsung saja bahas Pembiayaan berbasis transaksi sewa ya, Mad.

Ahmad:
Oh, baik Kang.

Kang Anwar:
Secara definisi, Ijarah adalah akad pengalihan hak penggunaan atas suatu barang untuk jangka waktu tertentu dengan kompensasi pembayaran uang sewa, tanpa diikuti oleh perubahan kepemilikan atas barang tersebut.

Ijarah = Sewa menyewa.

Kang Anwar:
Nah, jadi misalkan kamu mau sewa ruko ke orang lain, tapi mengajukan pembiayaanya ke bank syariah.

Ahmad:
Tapi Kang, kalau saya dapat pembiayaan dari bank artinya saya menyewa kepada bank bukan ke yang punya ruko? Kan orang lain yang punya rukonya, bukan bank.

Kang Anwar:
Nah, akan terjadi akad Ijarah paralel di sini. Jadi kamu mengajukan pembiayaan Ijarah (sewa) ke bank, nantinya bank akan melakukan akad Ijarah (sewa) dengan si pemilik ruko, jadi nanti kamu tinggal menyewa ke bank. Paham?

Ahmad:
Ohhh, iya saya paham. Terus rukun dan syaratnya gimana? Kan setiap akad apapun akadnya harus ada rukun dan syaratnya.

Kang Anwar:
Betul, kamu sudah paham kalau rukun dan syarat itu mutlak harus ada. 

 Rukun dan Syarat Ijarah
RUKUN
SYARAT
  1. Penyewa (Musta’jir) dan Pemilik barang (Mu’ajjir)

  1. Barang disewakan (Ma’jur)

  1. Harga sewa (Ajran)
  2.  
  3. Shigot (Ijab-Qabul)
  1. Pemilik barang (Mu’ajjir) dan penyewa (musta’jir) cakap hukum, tidak dalam keadaan terpaksa dan tidak ingkar janji.

  1. Barang disewakan (Ma’jur) memiliki manfaat yang dibenarkan oleh syariah.

  2. Harga sewa (Ajran) harus dinyatakan secara jelas dan pembayarannya dilakukan sesuai kesepakatan.

  1. Pernyatan serah-terima (Ijab-Qabul) harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik hak dan kewajiban masing-masing pihak dan disampaikan secara lisan atau tertulis atau menggunakan metode korespodensi modern.


Kang Anwar:
Dan kamu harus tahu juga skema ijarah seperti apa. Ini nih skemanya.




Kang Anwar:
Sudah jelas kan tentang keuangan syariah? Jadi bagiamana siap mengajukan pembiayaan ke bank?

Ahmad:
Sangat sangat jelas, Kang. Hehe
Insya Allah saya jadi mengajukan pembiayaan ke bank. Terima kasih atas penjelasannya ya, Kang. Benar-benar membantu.

Kang Anwar:
Sama-sama, Mad. Semoga usaha kamu lancar dan cita cita kamu untuk memajukan tokomu terwujud, dan yang utama semoga mendatangkan keberkahan dan ridho Allah. Aamiin.

Ahmad:
Aamiin, Ya Rabb.



-TAMAT-