(Catatan: Postingan ini merupakan kelanjutan dari Akad dalam Penghimpunan Dana dan Jasa di Bank Syariah)
Kang Anwar:
Nah, sudah semua saya jelaskan, Mad. Sudah
jelas kan?
Ahmad:
Alhamdulillah, sudah
sangat jelas, Kang.
Kang Anwar:
Ngomong-ngomong, kamu tahu juga tentang
Pembiayaan syariahnya?
Ahmad:
Belum, Kang. Hehehe
Kang Anwar:
Tadi kan saya sudah jelaskan tentang Akad dalam
Penghimpunan Dana dan Jasa, sekarang saya akan jelaskan tentang Pembiayaan
Syariahnya, tapi gak semua ya. Yang umum-umum saja.
Ahmad:
Wah, boleh banget
tuh, Kang. Biar saya paham lebih detil. Jadi gimana kang?
Kang Anwar:
Tadi Ahmad
baru mempelajari akad Dana atau Produk Penghimpunan Dana dan Jasa Bank Syariah.
Dimana sumber dana yang terkumpul tersebut dihimpun untuk disalurkan (Pooling
Funds) ke dalam bentuk pembiayaan. Apa
saja pembiayaannya?
Jadi pembiayaan di Bank Syariah berupa:
- Jual Beli,
- Sewa
- Penyertaan (Sharing)
Ahmad:
Kenapa
sih kok banyak orang menggunakan Produk Pembiayaan Syariah?
Kang Anwar:
Tentu
saja, selain berbasis syariah masih banyak loh keunikan dari sistem
pembiayaannya.
Ahmad:
Apa saja tuh Kang?
Ahmad:
Pantas
banyak orang memilih Pembiayaan Bank Syariah. Karena di bank syariah
akadnya beragam dan mencerminkan kesetaraan, keadilan, dan keterbukaan.
Produk
Pembiayaan Bank Syariah
Kang Anwar:
Langsung
saja saya jelasin ya, Pembiayaan Syariah
itu ada 3, yaitu Jual Beli, Sewa dan Bagi hasil.
Dalam jual beli ada 3 akad, dalam sewa ada 3
akad dan dalam bagi hasil ada 2 akad.
Ahmad:
Em.., ternyata pembiayaan jual beli ini ada
tiga akad. Murabahah, Salam, dan
Istisna. Apa yah yang dimaksud dengan masing-masing akad ini?
Kang Anwar:
Jadi
begini, Akad Murabahah adalah akad jual beli suatu barang dimana penjual menyebutkan nilai harga pokok dan keuntungan yang
didapat dari barang yang dijual tersebut. Harga jual tersebut harus
disepakati penjual dan pembeli.
Ahmad:
Seperti yang pernah ditegaskan pada Akad
dalam Penghimpunan Dana dan Jasa setiap
akad kan ada rukun dan syaratnya. Kalau rukun dan syarat akad murabahah ini apa
saja?
Kang Anwar:
Tepat sekali, setiap akad pasti ada rukun dan
syaratnya. Nah untuk rukun dan syarat akad murabahah ini sebagai berikut:
Rukun
dan Syarat murabahah
Rukun
|
Syarat
|
1.
Penjual (Ba’i)
|
1.
Pihak yang berakad (Bai’
& Musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
|
2.
Pembeli (Musytari)
|
2.
Pihak yang berakad (Bai’
& Musytari) cakap hukum dan tidak dalam keadaan terpaksa.
|
3.
Barang yang diperjual-belikan (Mabi’)
|
3.
Barang yang diperjual-belikan (Mabi’)
tidak termasuk barang haram dan jenis maupun jumlahnya jelas.
|
4.
Harga Barang (Tsaman)
|
4.
Harga barang (Tsaman) harus
dinyatakan secara transparan (harga pokok dan komponen keuntungan) dan cara
pembayarannya disebutkan dengan jelas.
|
5.
Pernyataan Serah Terima (Ijab-qabul
)
|
5.
Pernyatan serah-terima (Ijab-Qabul)
harus jelas dengan menyebutkan secara spesifik pihak-pihak yang berakad.
|
Kang Anwar:
Langsung kita ambil contoh, misalkan Ahmad mau
beli mobil nih. Berikut ini skemanya.
Ahmad:
Apakah pembiayaan dengan akad
Murabahah ini diterapkan untuk memenuhi semua kebutuhan nasabah atau hanya kebutuhan
nasabah dengan produk-produk tertentu?
Kang Anwar:
Pembiayaan dengan akad Murabahah ini dikhususkan untuk pengadaan barang yang sifatnya ready stock. Nah, jadi tidak
semua kebutuhan nasabah bisa dibiayai dengan akad murabahah.
Kang Anwar:
Ahmad, setelah diskusi kita tadi, menurut pandangan
kamu hal-hal apa yang harus diperhatikan dalam pengadaan/pembelian barang dalam
pembiayaan Murabahah?
Ahmad:
Karena bank yang bertindak sebagai penjual, maka
bank harus melakukan pengadaan/pembelian barang yang dipesan oleh nasabah
sebelum bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan akad Murabahah.
Pada kondisi tertentu dimana bank tidak mungkin
untuk mengadakan/membeli barang, maka bank dapat memberikan kuasa kepada
nasabah untuk membeli barang yang diinginkan dengan akad Wakalah.
Saat pembelian itu, nasabah bertindak atas nama
bank sehingga status barang yang dibeli adalah milik bank, dan nasabah wajib
menunjukan dan menyerahkan bukti pembelian barang kepada bank sebagai pemilik
barang dan pemberi kuasa.
Kang Anwar:
Betul sekali Ahmad, memang bukti transaksi jual
beli barang yang menjadi objek murabahah harus ada dan harus dipastikan sesuai
dengan barang yang dipesan oleh nasabah, sehingga tidak terjadi pelanggaran
akad mengingat objek merupakan rukun akad.
Ahmad:
Iya Kang. Karena kalau rukun akad tidak terpenuhi,
akadnya menjadi cacat.
Ahmad:
Kang, kalau nasabah telah memiliki suatu aset,
kemudian ia membutuhkan dana untuk operasional usahanya, apakah ia bisa
mengajukan pembiayaan Murabahah kepada bank dengan objek pembiayaan berupa aset
yang telah dimilikinya tersebut?
Kang Anwar:
Dalam memberikan pembiayaan Murabahah pastikan
bahwa objek Murabahah belum dimiliki oleh nasabah, karena pembiayaan Murabahah
adalah transaksi jual beli. Jika objek Murabahah
telah dimiliki oleh nasabah, maka apa yang akan diperjual belikan?
Ahmad:
Hehehe.. Iya ya Kang.
Kang Anwar:
Baik, mari kita ambil contoh
Perhitungan Pembiayaan Murabahah.
Diketahui data sebagai
berikut:
Harga kendaraan : Rp. 1 Milyar
Uang muka : Rp. 400 Juta
Margin : Setara dengan 12% / tahun x pembiayaan bank (harga kendaraan - uang muka)*
Jangka waktu : 10 Bulan
Keterangan:
*Penggunaan
persentase hanya untuk alat bantu hitung internal bank, ketika dikomunikasikan
ke nasabah harus menggunakan nominal (Rp).
Berdasarkan data di atas, maka diketahui margin = (1000 - 400) X 12% per tahun
=
72 per tahun
Untuk mendapatkan margin per sepuluh bulan, maka = 10 / 12 X 72
=
60
Sehingga diperoleh perhitungan sebagai berikut:
Harga beli : Rp. 1000
Juta
Margin : Rp . 60 Juta +
Harga jual : Rp. 1060
Juta
Uang Muka : Rp 400 Juta -
Harga jual setelah uang muka : Rp 660 Juta
Jangka waktu : 10 Bulan
Angsuran/bulan : Rp 66 Juta
Jadwal angsuran bulanan nasabah
No.
|
Bulan
|
Jumlah Pembayaran
|
1.
|
Januari
|
Rp. 66.000.000,-
|
2.
|
Februari
|
Rp. 66.000.000,-
|
3.
|
Maret
|
Rp. 66.000.000,-
|
4.
|
April
|
Rp. 66.000.000,-
|
5.
|
Mei
|
Rp. 66.000.000,-
|
6.
|
Juni
|
Rp. 66.000.000,-
|
7.
|
Juli
|
Rp. 66.000.000,-
|
8.
|
Agustus
|
Rp. 66.000.000,-
|
9.
|
September
|
Rp. 66.000.000,-
|
10.
|
Oktober
|
Rp. 66.000.000,-
|
TOTAL
|
Rp. 660. 000.000.-
|
Kang Anwar:
Nah, Ahmad, ini simulasi jadwal perhitungan angsuran sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan membayar si nasabah.
Ahmad:
Hmmm…Ok!
Ahmad:
Kang, kenapa di simulasi ini tidak disebutkan saja
marginnya berapa persen?
Kang Anwar:
Dalam Murabahah tidak
boleh menggunakan persentase karena Murabahah merupakan transaksi jual beli. Keuntungan jual beli adalah berupa nominal
tertentu yang diperoleh dari penjualan objek murabahah sebagaimana jual beli
pada umumnya. Selain itu dengan menggunakan nominal maka keuntungan yang
diperoleh akan bersifat tetap, tidak terpengaruh dengan pelunasan pembiayaan
yang tidak sesuai jadwal dan pergerakan suku bunga.
Ahmad:
Oh iya, bener juga.
Kang Anwar:
Ahmad, kamu lihat apa perbedaan simulasi jadwal angsuran dari Bank Syariah yang
diberikan saya dan jadwal angsuran dari bank konvensional?
Ahmad:
Sebentar. Memang ada ya? Hemmm… Ooooo… Saya tahu.
Pada simulasi yang diberikan Kang Anwar, Ahmad tidak melihat adanya pemisahan
kolom pokok dan margin yang ada hanya total pembayaran angsuran.
Saya tahu jawabannya! Hal itu karena dalam akad Murabahah, kewajiban nasabah adalah sebesar harga jual tidak perlu dipisahkan kewajiban pokok dan kewajiban margin di setiap angsurannya.
Ahmad:
Kang, Kalau saya ingin mengajukan pembiayaan untuk
beberapa tahun, misal 5 tahun, apakah diperbolehkan jika angsuran saya di tahun
pertama kecil dan terus meningkat lebih besar setiap tahunnya sampai tahun ke-5
dengan pertimbangan kemampuan membayar
saya semakin bertambah besar setiap tahunnya.
Kang Anwar:
Bisa saja, untuk kondisi tersebut kami dapat menggunakan
margin bertingkat.
Ahmad:
Maksudnya margin bertingkat itu apa?
Kang Anwar:
Untuk memudahkan pemahaman, saya berikan contoh sebagai berikut:
Kang Anwar:
Jangka waktu pembiayaan nasabah adalah 5 tahun dengan margin
setara 10% setiap tahunnya. Artinya
total margin selama 5 tahun adalah 50%.
Dengan mempertimbangkan kemampuan membayar nasabah yang terus
meningkat setiap tahunnya dan ekspektasi keuntungan sebesar 50% untuk 5 tahun, maka
kita membuat margin bertingkat menjadi:
1. Tahun I: 7%.
2. Tahun II: 9%
3. Tahun III: 10%
4. Tahun IV: 11%
5. Tahun V: 12%
Total Margin setelah 5 tahun adalah 50%.
2. Tahun II: 9%
3. Tahun III: 10%
4. Tahun IV: 11%
5. Tahun V: 12%
Total Margin setelah 5 tahun adalah 50%.
Ahmad:
Oh, berarti margin bertingkat itu diperbolehkan selama harga jual
tetap dan tidak berubah.
Kang Anwar:
BETULLLLLLL!!!
Produk Pembiayaan Berbasis Jual Beli - Salam
Kang Anwar:
Ahmad, dalam jual beli tidak semua barang sudah dalam keadaan tersedia (ready stock) bisa jadi barang yang akan diperjualbelikan harus
dipesan terlebih dahulu. Nah, jual beli dengan cara pesanan ini dikenal juga dengan
“Salam”.
Ahmad:
Oh, begitu. Kalau cara pembayarannya bagaimana, Kang?
Kang Anwar:
Untuk jual beli dengan akad Salam pembayaran dilakukan di muka dan penyerahan barang dilakukan kemudian, setelah
barang yang dipesan selesai
dan sesuai dengan jangka waktu yang disepakati. Pada saat pemesanan harus jelas spesifikasi barang yang dipesan baik kualitas maupun
kuantitas agar tidak ada pihak
yang dirugikan.
Kang Anwar:
Dulu pada jaman Rasulullah,
Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasullah SAW. datang ke Madinah dimana
penduduknya melakukan salaf (Salam) dalam buah-buahan (untuk jangka waktu
tertentu) satu, dua, dan tiga tahun. Beliau berkata, “barangsiapa yang
melakukan salaf (Salam), hendaknya ia melakukan dengan takaran yang jelas dan
timbangan yang jelas pula, untuk jangka waktu yang diketahui.” (HR. Bukhari).
Ahmad:
Kalau rukun dan
syaratnya gimana?
Kang Anwar:
Pelaksanaan Bai`
As-Salam harus memenuhi sejumlah rukun dan syarat berikut ini.
RUKUN
|
SYARAT
|
|
|
Kang
Anwar:
Mad, karena akad salam masih termasuk ke dalam
transaksi jual beli, kamu harus ingat aspek-aspek khusus dalam transaksi jual
beli.
Ahmad:
Apa saja aspek khususnya kang?
Kang
Anwar:
1.
Pembelian barang harus dilakukan oleh bank sendiri.
2. Dalam kondisi
tertentu dapat diwakilkan kepada Nasabah untuk membeli dengan menggunakan akad
Wakalah.
3. Harus dipastikan
bahwa terdapat bukti transaksi jual beli atas obyek murabahah sesuai dengan
tujuan penggunaan.
4. Harus dipastikan
bahwa obyek murabahah belum dimiliki oleh nasabah karena tidak diperkenankan untuk refinancing.
Produk Pembiayaan Berbasis Transaksi Bagi Hasil – Mudharabah
Kang Anwar:
Nah, kita kan sudah membahas Pembiayaan Syariah berbasis Jual Beli,
sekarang kita bahas Pembiayaan Syariah Berbasis Bagi Hasil.
Ahmad:
Bagi
Hasil? Apa saja, Kang?
Kang Anwar:
Pembiayaan Syariah Berbasis Bagi Hasil ada 2, yang pertama adalah Pembiayaan Mudharabah
dan yang kedua adalah Pembiayaan Musyarakah.
Ahmad:
Oh,
saya teringat dengan materi Akad Dalam
Penghimpunan Dana.
Ahmad:
Jadi kalau terdapat hasil usaha akan dibagi sesuai rasio bagi hasil yang
disepakati dalam akad.
Jika
hasil usahanya naik, maka bagi hasilnya juga naik dan jika hasil usahanya turun
maka bagi hasilnya juga turun.
Apabila terjadi kerugian maka akan ditanggung pemilik modal, selama bukan
diakibatkan kelalaian pengelola usaha.
Namun apabila kerugian akibat kelalaian pengelola usaha maka kerugian akan menjadi tanggung jawab pengelola usaha itu sendiri.
Kang Anwar:
Oh, bagus kamu ternyata masih ingat. Terus kamu masih ingat juga gak kalau
Mudharabah dibagi menjadi berapa?
Ahmad:
Masih, Kang. Akad Mudharabah ini dibagi menjadi dua. Yang pertama adalah
Mudharabah Mutlaqah yaitu akad dimana pemilik dana memberikan keleluasaan penuh
kepada pengelola dalam menentukan jenis maupun pengelolaan usaha yang dinilai
baik dan menguntungkan, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah (investasi tidak terikat).
Ahmad:
Dan yang kedua adalah Akad Mudharabah
Muqayyadah, yaitu akad dimana Pemilik
dana memberikan batasan tertentu kepada pengelola usaha dengan menetapkan jenis
usaha yang dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi usaha dan
sebagainya. (investasi terikat).
Kang Anwar:
Nah, berikut ini rukun dan syaratnya.
RUKUN
|
SYARAT
|
|
3.
Harga barang (Tsaman)
harus dinyatakan secara jelas dan pembayarannya dilakukan sesuai dengan
kesepakatan.
Kedua belah pihak harus mengetahui dan menyepakati nisbah /presentase keuntungan. |
Produk Pembiayaan Berbasis Transaksi Sewa Menyewa – Ijarah
Kang Anwar:
Kita langsung saja bahas Pembiayaan berbasis
transaksi sewa ya, Mad.
Ahmad:
Oh, baik Kang.
Kang Anwar:
Secara
definisi, Ijarah adalah akad pengalihan hak
penggunaan atas suatu barang untuk jangka waktu tertentu dengan kompensasi
pembayaran uang sewa, tanpa diikuti oleh perubahan kepemilikan atas barang
tersebut.
Ijarah
= Sewa
menyewa.
Kang Anwar:
Nah, jadi misalkan kamu mau sewa ruko ke orang lain, tapi
mengajukan pembiayaanya ke bank syariah.
Ahmad:
Tapi Kang, kalau saya dapat pembiayaan dari
bank artinya saya menyewa kepada bank bukan ke yang punya ruko? Kan orang
lain
yang punya rukonya, bukan bank.
Kang Anwar:
Nah, akan terjadi akad Ijarah paralel di sini. Jadi kamu mengajukan
pembiayaan Ijarah (sewa) ke bank, nantinya bank akan
melakukan akad Ijarah (sewa) dengan si
pemilik ruko, jadi nanti kamu tinggal menyewa ke bank. Paham?
Ahmad:
Ohhh, iya saya paham. Terus rukun dan syaratnya gimana?
Kan setiap akad apapun akadnya harus ada rukun dan syaratnya.
Kang Anwar:
Betul, kamu sudah paham kalau rukun dan syarat itu mutlak
harus ada.
Rukun dan Syarat Ijarah
RUKUN
|
SYARAT
|
|
|
Kang Anwar:
Dan kamu harus tahu juga skema ijarah seperti
apa. Ini nih skemanya.
Kang Anwar:
Sudah jelas kan tentang keuangan syariah? Jadi bagiamana siap
mengajukan pembiayaan ke bank?
Ahmad:
Sangat sangat jelas, Kang. Hehe
Insya Allah saya jadi mengajukan pembiayaan ke
bank. Terima kasih atas penjelasannya ya, Kang. Benar-benar membantu.
Kang Anwar:
Sama-sama, Mad. Semoga usaha kamu lancar dan
cita cita kamu untuk memajukan tokomu terwujud, dan yang utama semoga
mendatangkan keberkahan dan ridho Allah. Aamiin.
Ahmad:
Aamiin, Ya Rabb.
-TAMAT-